Anak usia balita mengamuk di pusat perbelanjaan merupakan pemandangan yang biasa kita lihat. Tingkah laku tantrum diawali dengan merajuk (whinning), menangis (crying), menjerit (screaming), memukul (hitting), menendang (kicking), menarik baju/rambut orangtua, dan berguling-guling di lantai. Beberapa anak juga menahan nafas (holding the breath) ketika tantrum. Tingkah laku tantrum ini harus segera diatasi pada usia dini agar tidak menjadi tingkah laku yang menetap pada usia selanjutnya.
Mengapa tantrum?
Tidak mudah menemukan padanan kata tantrum dalam bahasa Indonesia. Para pakar pendidikan dan perkembangan anak mendefinisikan tantrum sebagai kondisi pada anak yang menangis menjerit-jerit, berguling-guling, memukul atau menendang, menjatuhkan badannya, bahkan kadang-kadang menahan nafas karena geram dan muntah.
Tantrum biasanya terjadi karena anak mengalami emosi marah, depresi, kesedihan yang mendalam, dan stres, serta tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan emosi tersebut. Emosi tersebut menyebabkan anak frustrasi dan dikeluarkan dalam bentuk tingkah laku tantrum.
Beberapa faktor pemicu timbulnya tantrum antara lain:
- Karakteristik anak usia prasekolah. Anak-anak usia ini sudah mulai mandiri, mampu mengurus dirinya sendiri, seperti memakai baju dan sepatu. Namun, tidak semua hal dapat ia kerjakan. Dalam hal ini, seringkali orang tua berusaha melindungi anak dengan melarangnya melakukan sesuatu yang dianggap membahayakan anak. Larangan ini yang membuat anak prasekolah yang masih bersifat egosentris menjadi marah dan bertingkah tantrum.
- Keterbatasan kosakata anak. Orang tua tidak memahami makna kalimat yang diucapkan anak karena keterbatasan kosakata yang dimiliki anak dalam mengungkapkan keinginannya.
- Stres, kelaparan, kelelahan, dan over-stimulasi.
Klik next untuk mengetahui cara mengatasi dan mencegah anak tantrum